“Orang banyak yang besar jumlahnya mendengarkan Dia dengan penuh minat.” (Markus 12:37b)
Idealnya, para pendengar kita akan menjadi murid yang antusias terhadap firman Allah dan akan memberikan perhatian mereka sepenuhnya. Mereka akan seperti tokoh-tokoh dalam Alkitab yang mengakar dalam Kitab Suci dan mampu melihat tangan Allah bekerja di zaman mereka sendiri: Daniel tahu apa yang harus diharapkan dan doakan (Daniel 9:2); Simeon menantikan penghiburan bagi Israel (Lukas 2:25); Hana dan yang lainnya menantikan penebusan bagi Yerusalem (Lukas 2:38); dan orang-orang Berea yang mendengarkan Paulus berkhotbah di sinagoga mereka, menerima firman yang ia sampaikan dan menguji kebenarannya dengan Kitab Suci (Kisah Para Rasul 17:11–12):
“Orang-orang Yahudi di Berea mempunyai budi pekerti yang lebih baik dari pada orang-orang Yahudi di Tesalonika. Mereka menerima firman itu dengan sangat antusias dan setiap hari menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui apakah semuanya itu benar. Banyak di antara mereka menjadi percaya, juga sejumlah besar perempuan Yunani yang terkemuka dan laki-laki Yunani.”
Kerumunan orang yang ingin mendengarkan firman Allah juga sering muncul di masa awal pelayanan Yesus (Markus 12:37; Lukas 5:1), tetapi banyak dari mereka akhirnya menolak Dia. Yesus pernah berkata:
“Kamu menyelidiki Kitab-Kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa oleh-Nya kamu mempunyai hidup yang kekal, padahal Kitab-Kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku. Namun kamu tidak mau datang kepada-Ku untuk memperoleh hidup itu.” (Yohanes 5:39–40)
Paulus pun meramalkan situasi serupa dalam 2 Timotius 3:5–9, memperingatkan tentang orang-orang yang memiliki rupa kesalehan dan selalu belajar tetapi tidak pernah sampai pada pengenalan akan kebenaran. Dalam hal iman, mereka ditolak.
Jadi, tidak ada jaminan bahwa para pendengar kita akan langsung menerima apa yang kita sampaikan.
Meskipun demikian, jemaat yang melek Alkitab adalah sahabat sejati bagi pengkhotbah yang setia. Jika kita tahu bahwa ada di antara para pendengar kita yang seperti Apolos, “seorang yang fasih berbicara dan sangat mahir dalam Kitab Suci” (Kisah Para Rasul 18:24), maka kita akan terdorong untuk menantang mereka secara rohani, dan kita kemungkinan besar akan menangani firman Tuhan dengan lebih hati-hati karena sadar bahwa mereka sedang menguji kotbah kita berdasarkan Kitab Suci.
Mungkin kita merasa terancam oleh orang-orang seperti ini; namun jauh lebih baik untuk bersukacita atas kehadiran mereka.
Saya pernah menggembalakan sebuah gereja baru dengan sekitar 140 jemaat, di mana sekitar selusin di antaranya memiliki pelatihan seminari. Fakta bahwa salah satu dari mereka mengajar bahasa klasik di sebuah universitas lokal membuat saya menahan diri dari kecenderungan untuk menarik kesimpulan berlebihan dari bahasa Yunani asli, mengingat pemahaman saya yang terbatas akan Perjanjian Baru dalam bahasa Yunani! Di lain waktu, seseorang yang sangat sedikit pendidikan formalnya mengajukan pertanyaan tentang penjelasan saya atas sebuah teks, yang justru mengungkapkan bahwa pemahamannya atas alur besar cerita Alkitab jauh lebih baik daripada saya. Kesadaran itu membuat saya kembali berlutut dan kembali ke ruang studi saya.
Bapa yang penuh kasih, aku memuji-Mu untuk para murid firman-Mu yang antusias, yang selera mereka akan firman tetap lapar, yang bersukacita saat diberi makan dan bersyukur atas setiap suapan. Bangkitkan lebih banyak orang seperti mereka dan jadikan mereka teladan bagi yang lain, bukan hanya sebagai pendengar firman, tetapi juga pelaku firman itu. Amin.
