Lalu Yesus berkata, “Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” (Markus 4:9)
Tiga hubungan dasar yang dimiliki setiap pengkhotbah – dengan Allah, Kitab Suci, dan para pendengar – bersifat timbal balik dan saling tumpang tindih, serta melibatkan suatu respons. Lalu, tanggapan apa yang bisa kita harapkan dari para pendengar kita?
Kita harus memulai dengan menghadapi kenyataan bahwa hampir tidak ada yang dijamin; kita tidak bisa mengendalikan sisi hubungan mereka. Karena itu, alih-alih berbicara mengenai apa yang “normal” – karena memang tidak ada norma yang pasti – mari kita pertimbangkan terlebih dahulu hal yang ideal, yaitu apa yang kita harapkan dan doakan akan terjadi, dan kedua, hal yang paling lemah atau paling tidak diinginkan.
Alangkah indahnya jika semua pendengar kita dapat merangkul dan mengafirmasi kata-kata Kornelius yang diucapkan kepada mereka yang berkumpul di rumahnya untuk mendengarkan pesan Petrus:
“Sebab itu aku segera menyuruh orang kepadamu, dan engkau telah berbuat baik dengan datang kemari. Sekarang kami semua hadir di hadapan Allah untuk mendengarkan segala sesuatu yang telah diperintahkan Tuhan kepadamu.” (Kisah Para Rasul 10:33)
Perhatikan sambutan pribadi yang hangat, tidak adanya tanda-tanda kehadiran pendengar yang tidak tertarik (“kami semua hadir … untuk mendengarkan”), pengakuan akan kehadiran Allah, serta komitmen untuk mendengarkan segala sesuatu yang Petrus katakan. Kornelius, yang berbicara mewakili semua yang hadir, mengharapkan pesan Petrus bersifat berotoritas (“diperintahkan oleh Tuhan”) dan bersifat pribadi (“disampaikan kepada kami”). Betapa sukacitanya berbicara kepada pendengar yang datang dengan kerendahan hati, antusias, penyerahan diri, dan perhatian yang penuh harap!
Petrus bahkan belum selesai berkhotbah ketika Roh Kudus menyela:
“Ketika Petrus sedang mengucapkan kata-kata itu, turunlah Roh Kudus ke atas semua orang yang mendengarkan pemberitaan itu.” (Kisah Para Rasul 10:44)
Pendengar-pendengar ini tidak hanya menerima kasih karunia Allah, tetapi juga menjadi teladan bagi saudara-saudara Yahudi mereka. Allah telah dengan jelas mempersiapkan baik sang pengkhotbah maupun para pendengarnya untuk perjumpaan ini.
Idealnya, para pendengar kita juga akan mendoakan kita. Paulus berulang kali meminta jemaat yang menerima surat-suratnya untuk berdoa bagi pelayanan pemberitaannya:
“Doakan juga aku, supaya kepadaku dikaruniakan perkataan yang benar, setiap kali aku membuka mulutku, agar dengan berani aku memberitakan rahasia Injil.” (Efesus 6:19)
“Bertekunlah dalam doa dan dalam berjaga-jaga sambil mengucap syukur. Dan doakan juga kami, supaya Allah membuka pintu untuk pemberitaan kami, sehingga kami dapat menyampaikan rahasia Kristus, yang karena itulah aku dipenjarakan. Doakanlah supaya aku menyatakannya sebagaimana seharusnya.” (Kolose 4:2–4)
“Saudara-saudara, demi Tuhan kita Yesus Kristus dan kasih dari Roh, aku mohon kepadamu, berjuanglah bersama-sama aku dalam doa kepada Allah untuk aku. Berdoalah supaya aku terpelihara dari orang-orang yang tidak percaya di Yudea, dan supaya persembahan yang kubawa ke Yerusalem diterima oleh orang-orang kudus di sana, sehingga aku dapat datang kepadamu dengan sukacita, sesuai kehendak Allah, dan mendapatkan kesegaran di tengah-tengah kamu.” (Roma 15:30–32)
Ketika para pendengar kita berdoa bagi kita – bahkan jika mereka tidak langsung merasakan hasil dari doa-doa itu – semua orang tetap mendapatkan manfaat. Kita membutuhkan keberanian, kejelasan, pintu-pintu yang terbuka, dan hubungan yang baik dengan orang-orang yang kita layani. Allah mampu memenuhi semua kebutuhan ini secara limpah, dan Ia senang melakukannya sebagai jawaban atas doa.
Tuhan, tanpa Engkau aku tidak dapat melakukan apa pun. Ingatkan aku sering kali bahwa karena Engkau ingin berbicara melalui aku kepada umat-Mu saat aku berkhotbah, maka masuk akal bagiku untuk bertanya kepada-Mu apa yang ingin Engkau sampaikan kepada mereka. Tolong gerakkan aku untuk berdoa, bukan hanya ketika aku buntu, tetapi setiap saat dalam persiapan kotbahku. Dengan murah hati, bangkitkan sepasukan mitra doa yang secara aktif mengundang Engkau untuk berbicara melalui aku kepada mereka dan kepada yang lainnya. Amin.
