Di zaman ketika panggung gereja kadang lebih mirip ruang seminar motivasi atau pertunjukan seni pertunjukan, Greg Heisler datang dengan sebuah undangan yang mendesak: mari kembali kepada mimbar yang dihidupkan oleh Roh Kudus. Melalui bukunya, Spirit-Led Preaching: The Holy Spirit’s Role in Sermon Preparation and Delivery, Heisler tidak hanya menawarkan koreksi terhadap praktik berkhotbah modern, tetapi juga membangkitkan kembali kerinduan akan khotbah yang menggetarkan jiwa—karena bersumber dari kuasa Allah sendiri.
Greg Heisler adalah seorang pengkhotbah, teolog, dan pendidik yang telah melayani dalam kapasitas sebagai profesor homiletika dan juga pendeta. Ia memperoleh gelar doktor dari The Southern Baptist Theological Seminary. Pengalaman akademis dan pastoralnya memberikan otoritas pada pembahasannya mengenai peran Roh Kudus dalam khotbah, menjadikannya suara yang kredibel dalam diskusi mengenai teologi khotbah dan pengkhotbah.
Latar Belakang Buku
Buku ini lahir dari keprihatinan terhadap praktik berkhotbah modern yang cenderung terlalu mengandalkan pendekatan akademis, teknis, atau bahkan psikologis, sehingga sering kali mengesampingkan peran Roh Kudus dalam proses penyampaian firman Tuhan. Greg Heisler menulis sebagai respons terhadap kesenjangan antara khotbah ekspositori yang kering secara spiritual dan khotbah karismatik yang longgar secara tekstual. Ia ingin menjembatani keduanya melalui sebuah pendekatan yang Alkitabiah dan teologis yang menekankan pentingnya peran Roh Kudus dalam seluruh proses berkhotbah .
Masalah Buku dan Solusi dari Buku Ini
Masalah utama yang diangkat Heisler adalah dikotomi yang merugikan antara “Word-based preaching” dan “Spirit-led preaching”—seolah keduanya tidak dapat bersatu. Khotbah ekspositori sering kali mengabaikan kehadiran Roh Kudus, sedangkan khotbah yang karismatik kadang mengabaikan Alkitab sebagai sumber utama. Solusi yang ditawarkan Heisler adalah mengintegrasikan keduanya dalam apa yang ia sebut sebagai Christ-centered, Spirit-led preaching. Dalam model ini, Roh Kudus tidak hanya hadir dalam momen penyampaian, tetapi juga aktif dalam keseluruhan proses penyiapan khotbah, mulai dari interpretasi teks hingga penerapannya dalam kehidupan jemaat .
Heisler melihat kekeringan di mimbar—sebuah kehilangan sentuhan surgawi dalam khotbah-khotbah yang meski ekspositori, kadang tidak hidup. Sebaliknya, di sisi lain ada khotbah-khotbah yang penuh emosi, tetapi miskin teks. Dalam kekacauan ini, ia mengajukan satu pertanyaan yang menggugah: Di manakah Roh Kudus ketika kita berkhotbah? Buku ini adalah jawaban teologis dan praktis atas pertanyaan itu.
Topik Penting dari Buku Ini
- Roh Kudus sebagai Pengilham dan Pemberi Wewenang – Roh Kudus adalah pihak yang mengilhamkan Kitab Suci, dan karena itu juga harus menjadi pengarah utama dalam interpretasi dan penyampaiannya.
- Khotbah yang Kristosentris – Roh Kudus senantiasa menunjuk kepada Kristus. Maka khotbah yang dipimpin Roh akan memusatkan diri pada karya dan pribadi Yesus Kristus .
- Keterlibatan Roh Kudus dalam Penafsiran – Roh Kudus bukan hanya memberi ilham, tetapi juga menerangi, menuntun pengkhotbah untuk memahami dan menerapkan Firman dengan tepat.
- Khotbah sebagai Tindakan Pneumatik – Khotbah bukan hanya penyampaian informasi, melainkan tindakan spiritual, di mana Roh Kudus bekerja di hati pengkhotbah dan pendengar.
Saran dan Kesimpulan
Greg Heisler dengan kuat menyarankan agar para pengkhotbah tidak terjebak pada dikotomi antara eksposisi dan inspirasi, antara struktur dan spontanitas. Buku ini mengajak pembaca—terutama para pengkhotbah—untuk menempatkan Roh Kudus sebagai subjek utama dalam seluruh proses berkhotbah. Dalam semangat Reformasi, di mana “sola scriptura” dijunjung tinggi, Heisler menambahkan dimensi “solus Spiritus” dalam praktik pengkhotbahan.
Buku ini bukanlah panduan teknis “cara cepat” berkhotbah, tetapi undangan untuk hidup dalam dimensi pelayanan yang lebih dalam. Heisler menantang para pengkhotbah untuk bertanya ulang: Apakah saya lebih bergantung pada PowerPoint, atau kuasa dari atas? Apakah saya sedang membangun nama saya, atau sedang memuliakan Kristus?
Sebagai pembaca, saya merasa ditampar namun juga dikuatkan. Spirit-Led Preaching mengingatkan kita bahwa mimbar bukan milik manusia. Ia adalah tempat suci di mana Roh Kudus ingin berbicara. Dan tugas kita hanyalah menjadi alat-Nya.
Sebagai kesimpulan, Spirit-Led Preaching adalah bacaan penting bagi siapa pun yang ingin memperdalam pelayanan firman secara setia kepada teks dan terbuka kepada karya Roh Kudus. Buku ini cocok bagi pengkhotbah, mahasiswa teologi, maupun dosen homiletika yang rindu agar mimbar gereja kembali menjadi tempat di mana Allah berbicara secara hidup melalui Roh-Nya.