Sebelum kita menafsirkan sebuah teks untuk khotbah, kita perlu memilihnya. Bagaimana cara kita memilih teks untuk khotbah? Hal ini bergantung pada filosofi atau metode pemilihan teks yang kita gunakan. Ada yang memilih untuk mengkhotbahkan ayat demi ayat melalui sebuah buku. Keuntungan dari eksposisi ayat demi ayat adalah pengkhotbah dan pendengar tidak dapat memilih-milih ayat mana yang akan dikhotbahkan atau didengarkan. Tantangan dari membaca seluruh kitab adalah bahwa mungkin diperlukan waktu bertahun-tahun untuk menyelesaikan satu kitab.

Orang lain menggunakan leksikon sebagai panduan. Apa yang berguna dari leksikon ini adalah bahwa ia menawarkan cara yang sistematis untuk berkhotbah melalui banyak bagian dari Kitab Suci dengan mengikuti siklus tiga tahun. Leksikon ini mencoba untuk menyediakan makanan yang luas dari bagian-bagian Alkitab dengan memasukkan ayat-ayat dari empat jenis genre: bacaan Perjanjian Lama (sesuatu dari Pentateukh atau narasi sejarah, misalnya), Amsal atau Mazmur, bacaan Injil, dan pilihan dari salah satu Surat. Namun, karena tidak lengkap, kekurangannya adalah akan ada ayat-ayat dan kitab-kitab yang tidak dikhotbahkan selama bertahun-tahun, bahkan dalam beberapa kasus, tidak pernah dikhotbahkan.

Kadang-kadang pengkhotbah akan memilih untuk mengkhotbahkan seri khotbah topikal tentang apologetika, kehidupan manusia, pemberian, penatalayanan, misi, penginjilan, pemeliharaan ciptaan, lajang, pengasuhan anak, seksualitas, atau topik-topik lainnya dan memilih teks atau teks-teks “terbaik” yang sesuai untuk khotbah khusus tersebut.

Khotbah topikal dan seri khotbah sangat membantu untuk kehidupan yang alkitabiah dan telah menjadi pokok di banyak gereja, terutama gereja-gereja non-denominasi. Beberapa situasi lokal dan juga krisis nasional atau global akan mengharuskan pengkhotbah untuk berkhotbah tentang keprihatinan yang mendesak, seperti bencana alam, tragedi, atau kesulitan lainnya, dengan menggunakan khotbah topikal. Meskipun bermanfaat jika dilakukan secara efektif, bahaya khotbah topikal juga perlu diperhatikan: memilih teks yang salah, salah dalam menggunakan teks, salah dalam menerapkan teks, dan proof texting (menyalahgunakan ayat atau bagian di luar konteks agar sesuai dengan kebutuhan khotbah kita). Juga cukup mudah untuk dengan cepat melewatkan beberapa ayat yang memiliki tema yang berkaitan tanpa mendalami dan menjelaskan detail-detail penafsiran.

Tidak ada cara yang sangat mudah untuk memilih sebuah ayat. Setiap pengkhotbah akan mengembangkan metode yang disukai. Namun, kita dapat menjaga agar tidak melakukan proof texting. Mungkin salah satu pertimbangan yang paling penting adalah menentukan apakah sebuah ayat merupakan sebuah “unit pemikiran” yang mengkomunikasikan sebuah ide utama, sentral, atau besar. Ini bisa berupa satu ayat, beberapa ayat, satu paragraf, Mazmur, perumpamaan, satu pasal, atau bahkan beberapa pasal, terutama ketika berkhotbah dari narasi sejarah. Seseorang bahkan mungkin dapat mengkhotbahkan khotbah tentang unit pemikiran dari keseluruhan kitab seperti salah satu dari Nabi-nabi Kecil atau sebuah Surat pendek.

Panjang khotbah juga akan menentukan berapa banyak ayat yang harus diuraikan dalam sebuah pesan. Apakah tradisi Anda mengkhotbahkan khotbah yang lebih seperti homili delapan hingga dua belas menit? Apakah khotbah yang biasa dilakukan adalah dua puluh menit, tiga puluh sampai tiga puluh lima menit, empat puluh sampai empat puluh lima menit, atau lebih lama lagi? Berapa banyak kedalaman eksposisi yang dapat disampaikan berdasarkan jumlah ayat dan panjangnya khotbah? Banyak pengkhotbah yang terlalu banyak mengutip teks yang tidak mungkin dapat dikunyah atau dicerna oleh para pendengarnya. Panjang khotbah akan berfungsi sebagai metrik yang mengatur Anda dalam hal berapa banyak teks yang cukup dan sesuai.

Related Posts