“Kata Yesus kepadanya: ‘Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Kamupun sudah bersih, hanya tidak semua.'”
(Yohanes 13:10)

Firman Allah Menyucikan Kita

Dalam Efesus 5:22–33, Paulus menggunakan hubungan pernikahan sebagai analogi hubungan antara Kristus dan jemaat:

“Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya.”

Dalam instruksi kepada para suami (ay. 25–27), Paulus mengingatkan bahwa kasih Kristus kepada mempelai-Nya, jemaat, dinyatakan melalui pengorbanan-Nya bagi dia. Pengorbanan ini bertujuan – untuk menguduskan jemaat. Kristus melakukan hal itu dengan “menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman.” Tujuan penyucian itu adalah untuk mempersembahkan jemaat kepada diri-Nya sendiri dalam keadaan sempurna.

Jika kita memahami “pembasuhan” ini terutama sebagai merujuk pada baptisan, yaitu tanda lahiriah dari kelahiran baru yang dikerjakan oleh Kristus, maka penyucian kita sudah terjadi – dan itu telah menguduskan kita bagi Kristus. Namun karena tujuan akhir dari penyucian itu masih di masa depan, yaitu kesempurnaan kita kelak, maka sangat masuk akal untuk percaya bahwa firman itu masih terus bekerja dari hari ke hari seperti pada awalnya.

Perhatikan juga kata-kata dari Yohanes 15:1–8 yang menghubungkan peran firman Kristus dalam penyucian awal kita dengan tanggung jawab untuk tinggal di dalam Dia:

“Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”

Menjadi murid Kristus berarti membiarkan firman-Nya yang menyucikan tinggal dalam kita. Kita beristirahat dalam pengampunan dan penyucian yang telah kita alami lewat firman-Nya. Namun istirahat ini bukan tanda kelambanan, melainkan tanda iman, iman yang membuat kita tinggal di dalam Kristus dan merindukan firman-Nya yang terus menyucikan kita (Yoh 17:17). Bila itu terjadi, kita akan meminta sesuai dengan apa yang firman-Nya kehendaki, dan kita akan menolak apa yang firman-Nya kecam.

Atau, untuk mengekspresikan fungsi penyucian ini dengan istilah dari 2 Timotius 3:16–17, firman itu akan menyatakan dan menegur dosa kita, yang darinya kita bertobat, dan menunjukkan jalan benar, yang akan kita tempuh. Kita semua butuh “membasuh kaki” setiap hari, meski telah mandi dalam “kelahiran baru” seperti dikatakan dalam Yohanes 13:10.

Terima kasih, Tuhan, karena telah mengampuni dan menyucikan aku dari segala kejahatan saat aku mengaku dosaku. Terima kasih karena Engkau telah merancang firman-Mu untuk menunjukkan dosa apa yang perlu kuakui. Amin.

“Kata Yesus kepadanya: ‘Barangsiapa telah mandi, ia tidak usah membasuh diri lagi selain membasuh kakinya, karena ia sudah bersih seluruhnya. Kamupun sudah bersih, hanya tidak semua.'”
(Yohanes 13:10)

Firman Allah Menyucikan Kita

Dalam Efesus 5:22–33, Paulus menggunakan hubungan pernikahan sebagai analogi hubungan antara Kristus dan jemaat:

“Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman, supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuh-Nya.”

Dalam instruksi kepada para suami (ay. 25–27), Paulus mengingatkan bahwa kasih Kristus kepada mempelai-Nya, jemaat, dinyatakan melalui pengorbanan-Nya bagi dia. Pengorbanan ini bertujuan – untuk menguduskan jemaat. Kristus melakukan hal itu dengan “menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman.” Tujuan penyucian itu adalah untuk mempersembahkan jemaat kepada diri-Nya sendiri dalam keadaan sempurna.

Jika kita memahami “pembasuhan” ini terutama sebagai merujuk pada baptisan, yaitu tanda lahiriah dari kelahiran baru yang dikerjakan oleh Kristus, maka penyucian kita sudah terjadi – dan itu telah menguduskan kita bagi Kristus. Namun karena tujuan akhir dari penyucian itu masih di masa depan, yaitu kesempurnaan kita kelak, maka sangat masuk akal untuk percaya bahwa firman itu masih terus bekerja dari hari ke hari seperti pada awalnya.

Perhatikan juga kata-kata dari Yohanes 15:1–8 yang menghubungkan peran firman Kristus dalam penyucian awal kita dengan tanggung jawab untuk tinggal di dalam Dia:

“Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah. Kamu memang sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu. Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.”

Menjadi murid Kristus berarti membiarkan firman-Nya yang menyucikan tinggal dalam kita. Kita beristirahat dalam pengampunan dan penyucian yang telah kita alami lewat firman-Nya. Namun istirahat ini bukan tanda kelambanan, melainkan tanda iman, iman yang membuat kita tinggal di dalam Kristus dan merindukan firman-Nya yang terus menyucikan kita (Yoh 17:17). Bila itu terjadi, kita akan meminta sesuai dengan apa yang firman-Nya kehendaki, dan kita akan menolak apa yang firman-Nya kecam.

Atau, untuk mengekspresikan fungsi penyucian ini dengan istilah dari 2 Timotius 3:16–17, firman itu akan menyatakan dan menegur dosa kita, yang darinya kita bertobat, dan menunjukkan jalan benar, yang akan kita tempuh. Kita semua butuh “membasuh kaki” setiap hari, meski telah mandi dalam “kelahiran baru” seperti dikatakan dalam Yohanes 13:10.

Terima kasih, Tuhan, karena telah mengampuni dan menyucikan aku dari segala kejahatan saat aku mengaku dosaku. Terima kasih karena Engkau telah merancang firman-Mu untuk menunjukkan dosa apa yang perlu kuakui. Amin.

Related Posts