Hari 86: Kita Mengenal Para Pendengar dengan Mengajukan Pertanyaan

Ketika Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?”
(Matius 16:13)

Kita Mengenal Para Pendengar dengan Mengajukan Pertanyaan

Sementara orang-orang Farisi berkumpul, Yesus bertanya kepada mereka: “Apakah pendapatmu tentang Mesias? Anak siapakah Dia?”

Mereka menjawab: “Anak Daud.”

Kata-Nya kepada mereka: “Jika demikian, bagaimana mungkin Daud, yang digerakkan oleh Roh, menyebut Dia ‘Tuhan’, katanya:

‘Tuhan telah berfirman kepada Tuanku:
“Duduklah di sebelah kanan-Ku,
sampai Aku menaklukkan musuh-musuh-Mu di bawah kaki-Mu.”’

Jadi, jika Daud menyebut Dia ‘Tuhan’, bagaimana mungkin Dia anaknya?”
(Matius 22:41–45)

Yesus adalah ahli dalam mengajukan pertanyaan. Ia menggunakan pertanyaan untuk menolong orang melihat kebenaran dan menyadari posisi mereka terhadap kebenaran itu. Kita pun sebaiknya memakai pertanyaan ketika berkhotbah, dan untuk alasan yang sama seperti Yesus lakukan. Tetapi apa yang Yesus teladankan juga berlaku dalam cara kita mengenal para pendengar kita.

Selama bertahun-tahun, saya dan istri mengadakan kelompok studi Alkitab untuk mereka yang mempertimbangkan bergabung dengan gereja kami. Kami mengadakan pertemuan di rumah setiap Rabu malam dan mempelajari bagian Alkitab yang akan saya khotbahkan pada Minggu pagi berikutnya. Saya memimpin studi ini secara induktif dengan menyusun pertanyaan-pertanyaan dari teks yang saya lontarkan ke dalam diskusi, dan dengan sengaja saya tidak langsung menjawabnya. Dari jawaban mereka, saya bisa melihat bagaimana mereka memahami Alkitab. Sebagian dari mereka cukup terampil, tetapi yang lain tampak bingung. Mendengarkan jawaban-jawaban itu membantu saya menyesuaikan khotbah saya untuk menjawab kesalahpahaman yang sering muncul.

Namun saat saya mengatakan bahwa kita belajar dari para pendengar dengan mengajukan pertanyaan, saya tidak membatasi ruang lingkupnya hanya pada pengetahuan Alkitab atau kebutuhan rohani. Para komunikator ulung yang tulus peduli pada orang lain belajar mengajukan pertanyaan yang mendorong lawan bicara untuk bercerita tentang diri mereka. Ini adalah keterampilan yang sangat layak dikembangkan. (Tentu saja, seorang pengkhotbah tidak boleh membocorkan hal pribadi seseorang dalam khotbah. Jika Anda ragu apakah sesuatu termasuk kategori pribadi, jangan masukkan. Jika Anda ingin menyebut nama seseorang dari jemaat, pastikan dua hal: pertama, Anda sudah mendapat izin mereka; dan kedua, beritahukan jemaat dalam khotbah bahwa Anda telah mendapatkannya.)

Jelas bahwa kemampuan bertanya bukan hanya penting saat berinteraksi dengan pendengar. Riset yang baik—dalam bentuk apa pun—juga membutuhkan pertanyaan yang baik terhadap berbagai sumber pengetahuan, termasuk terhadap Kitab Suci itu sendiri.

Tuhan, tolong berikan aku hikmat untuk mengajukan pertanyaan yang baik, dan kerendahan hati untuk memakai apa yang kupelajari demi kebaikan umat-Mu dan kemuliaan Nama-Mu. Amin.

Related Posts