HARI 82: Kita Mengenal Para Pendengar Lewat Pengamatan Langsung

Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedihlah hatinya karena ia melihat bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala. Karena itu di rumah ibadat ia berbicara dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang kebetulan berada di situ. Dan juga beberapa ahli pikir dari golongan Epikuros dan Stoa berbantah-bantahan dengan dia. Ada yang berkata: “Apakah yang hendak dikatakan si peleter ini?” Yang lain berkata: “Rupanya ia memberitakan dewa-dewa asing.” Sebab ia memberitakan Injil tentang Yesus dan tentang kebangkitan-Nya. Lalu mereka membawanya menghadap ke Areopagus dan berkata: “Bolehkah kami tahu ajaran baru mana yang kauajarkan ini? Sebab engkau memperdengarkan kepada kami perkara-perkara yang aneh. Kami ingin tahu, apakah sebenarnya maksudnya.” (Adapun semua orang Atena dan orang asing yang tinggal di situ tidak mempunyai waktu untuk sesuatu selain untuk mengatakan atau mendengar segala sesuatu yang baru.)

Maka berdirilah Paulus di tengah-tengah sidang Areopagus dan berkata: “Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa. Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menemukan juga sebuah mezbah dengan tulisan: KEPADA ALLAH YANG TIDAK DIKENAL. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepadamu.”
(Kisah Para Rasul 17:16–23)

Kita Mengenal Para Pendengar Lewat Pengamatan Langsung

Kisah Para Rasul 17 dengan jelas menggambarkan bagaimana Paulus mengamati keberadaan penyembahan berhala yang merajalela di Atena, lalu menyesuaikan pemberitaannya untuk menanggapi dosa itu, dimulai dari benda yang bisa dilihat baik oleh dia maupun para pendengarnya. Setiap pengkhotbah perlu melangkah lebih jauh dari sekadar melihat—kita harus mengamati. Kita perlu menangkap makna dari apa yang ada tepat di depan kita.

Hal ini tidak akan terjadi jika kita tidak menempatkan diri untuk melihat umat kita di tempat mereka benar-benar hidup—di rumah, tempat kerja, sekolah, dan tempat rekreasi. Jika kita hanya melihat mereka di gereja, kita tidak akan mendapat gambaran yang utuh atau akurat tentang kehidupan mereka. Usahakan sebisa mungkin untuk mengunjungi mereka di rumah dan tempat kerja, lalu mintalah Tuhan menolong kita melakukan pengamatan yang bermakna terhadap apa yang mereka lakukan, katakan, dan bagaimana mereka berinteraksi dengan orang lain.

Kadang apa yang kita lihat akan sangat jelas, seperti ketika Musa melihat anak lembu emas (Ul. 9:13–16). Di kesempatan lain, pengamatan yang cermat akan mengungkapkan emosi yang lebih dalam, seperti ketika Nehemia melihat adanya ketakutan:

“Setelah aku meninjau semuanya, aku bangkit dan berkata kepada para pemuka, para penguasa dan orang-orang lain: ‘Jangan takut kepada mereka! Ingatlah kepada Tuhan yang maha besar dan dahsyat, dan berjuanglah untuk saudara-saudaramu, anak-anakmu lelaki dan perempuan, isterimu dan rumahmu.’”
(Nehemia 4:14)

Nehemia adalah contoh orang yang membiarkan pengamatannya membentuk pelayanannya. Ia tidak hanya menegur dosa-dosa yang ia lihat, tapi juga bertindak tegas untuk memperkuat perkataannya. Nehemia 13 mencatat tanggapannya yang penuh semangat terhadap penyimpangan yang ia saksikan. Banyak nubuat dalam kitab para nabi juga muncul dari pengamatan langsung, yang disertai dengan firman Tuhan.

Sering kali, pemikiran yang matang menolong kita melihat pola dan menarik generalisasi yang benar. Ini juga pengalaman Salomo:

“Semua ini telah kulihat, dan aku memberi perhatian pada segala perbuatan yang dilakukan di bawah matahari. Ada kalanya seseorang memerintah orang lain untuk mencelakakan dirinya sendiri.”
(Pengkhotbah 8:9)

Tuhan, berilah aku mata untuk melihat orang-orang seperti Engkau melihat mereka dan untuk membedakan bagaimana firman-Mu berbicara kepada situasi, kebutuhan, dan kerinduan mereka. Amin.

Related Posts