“Demikianlah hendaknya orang memandang kami: sebagai hamba-hamba Kristus yang dipercayakan untuk memelihara rahasia Allah. Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai.”
(1 Korintus 4:1–2)
Kita Melayani Firman Allah
Ketika suatu kelompok dalam jemaat di Yerusalem merasa diabaikan dalam pembagian makanan sehari-hari, para rasul meminta jemaat untuk memilih tujuh orang bijaksana dan penuh Roh Kudus untuk melayani meja. Mereka melakukan ini untuk menjaga apa yang mereka sebut sebagai pelayanan firman:
“Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari.
Sebab itu kedua belas rasul itu memanggil semua murid berkumpul dan berkata: ‘Tidaklah patut kami meninggalkan pelayanan firman Allah untuk melayani meja. Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu yang terkenal baik, penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan firman.’
Usul itu diterima baik oleh seluruh jemaat, lalu mereka memilih Stefanus, seorang yang penuh iman dan Roh Kudus, dan Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus, seorang penganut agama Yahudi dari Antiokhia. Mereka itu dibawa ke hadapan rasul-rasul, lalu rasul-rasul itu berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka.
Firman Allah makin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak; juga sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya.”
(Kisah Para Rasul 6:1–7)
Para janda merasa diabaikan dalam pelayanan kasih, yaitu dalam pembagian makanan. Namun para rasul tidak bersedia mengabaikan pelayanan firman. Keduanya adalah pelayanan yang penting, tetapi mereka yang dipanggil untuk melayani firman harus memastikan bahwa tidak ada hal lain yang menghalangi mereka melakukannya, termasuk dalam doa sebagai pasangan alaminya.
Ketika pembagian tanggung jawab ini dilakukan, firman Allah makin tersebar dan jumlah murid bertambah besar. Bahkan beberapa pemimpin agama Yahudi yang tidak terduga menjadi percaya. Kemudian, rasul Paulus menggambarkan dirinya (Roma 1:1) sebagai hamba Kristus Yesus yang dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah. Ia melayani Allah dengan memberitakan Injil:
“Allah, yang kepada-Nya aku beribadah dengan segenap hatiku dalam memberitakan Injil tentang Anak-Nya, adalah saksiku betapa aku selalu mengingat kamu.”
(Roma 1:9)
Paulus menganggap dirinya hamba Injil:
“Aku menjadi pelayan Injil itu sesuai dengan pemberian kasih karunia Allah yang dianugerahkan kepadaku menurut pengerjaan kuasa-Nya.”
(Efesus 3:7)
Petrus menangkap hubungan antara melayani Allah, melayani umat-Nya, dan melayani firman-Nya dalam 1 Petrus 4:10–11. Apa pun karunia yang dimiliki seseorang, entah itu berbicara atau melayani, kita harus menjadi pengelola yang baik dari kasih karunia Allah yang beraneka ragam. Terjemahan ESV menyampaikan ayat ini dengan baik:
“Setiap orang hendaklah menggunakan karunia yang diterimanya untuk melayani satu sama lain, sebagai pengelola yang baik dari kasih karunia Allah yang beraneka ragam: siapa yang berbicara, hendaklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah; siapa yang melayani, hendaklah ia melakukannya dengan kekuatan yang dikaruniakan Allah—supaya dalam segala sesuatu Allah dimuliakan melalui Yesus Kristus. Bagi-Nyalah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin.”
Pelayanan kepada Allah di sini digambarkan sebagai pelayanan kepada sesama orang percaya. Kita melayani satu sama lain dengan melayani firman Allah dalam kekuatan Allah demi kemuliaan Allah.
Apa artinya secara praktis menjadi pelayan firman, hamba firman? Ini bukan berarti kita melayani firman seolah-olah firman itu memiliki kebutuhan yang harus kita penuhi, kekurangan yang harus kita atasi, atau kelemahan yang harus kita kompensasi. Bukan begitu. Kita melayani firman dengan membagikannya setiap hari kepada jiwa-jiwa lapar yang dipercayakan kepada kita. Kita melakukan lebih dari sekadar berkhotbah. Sebagai penatalayan, kita menyajikan firman kepada umat sesering dan sebervariasi mungkin agar mereka dapat menikmati dan bertumbuh olehnya.
Terima kasih Tuhan atas panggilan-Mu dalam hidupku untuk melayani firman kepada jiwa-jiwa yang lapar dan membutuhkan. Kiranya aku ditemukan setia. Amin.