Preaching with Variety: How to Re-Create the Dynamics of Biblical Genres

Jeffrey D. Arthurs, Haddon Robinson, dkk.
Preaching with Variety: How to Re-Create the Dynamics of Biblical Genres
Grand Rapids: Kregel Publications, 2007, 200 hlm.

Ringkasan Isi

Buku Preaching with Variety ditulis oleh Jeffrey D. Arthurs bersama Haddon Robinson dan kolega, bertujuan untuk menolong para pengkhotbah memperkaya gaya penyampaian firman Tuhan melalui pemahaman yang lebih dalam terhadap genre sastra Alkitab.

Menurut Arthurs, Alkitab ditulis dalam bentuk literatur yang beragam: narasi, mazmur, nubuat, parabel, amsal, surat, hingga apokaliptik. Setiap bentuk membawa daya retoris yang khas. Karena itu, khotbah yang setia bukan hanya menyampaikan isi teks, melainkan juga meniru dynamics bentuk aslinya.

Secara garis besar, isi buku ini mencakup:

  1. Narasi – menyampaikan kisah iman agar jemaat masuk ke dalam cerita.
  2. Mazmur – mengajarkan doa dan ekspresi emosi umat.
  3. Nubuat – menyuarakan panggilan pertobatan yang konfrontatif.
  4. Parabel – cerita sederhana dengan kejutan teologis yang menggelisahkan hati.
  5. Amsal – kebijaksanaan singkat, tajam, dan mudah diingat.
  6. Surat – komunikasi pastoral yang memadukan ajaran teologi dan praktik hidup.
  7. Apokaliptik – simbol penuh dramatisasi yang meneguhkan harapan dalam penderitaan.

Dengan demikian, buku ini menghadirkan pendekatan homiletika yang menekankan bahwa genre adalah bagian integral dari pesan Firman.

Analisis Kritis

Secara metodologis, buku ini berangkat dari prinsip hermeneutik bahwa bentuk literer Alkitab memengaruhi makna dan dampak komunikatifnya. Arthurs dkk. berhasil menunjukkan bagaimana khotbah yang mengikuti genre Alkitab dapat memperdalam pemahaman jemaat sekaligus meningkatkan daya retoris khotbah.

Dari segi kontribusi, buku ini menolong para pengkhotbah menghindari monotoninya gaya eksposisi yang kering. Misalnya, pengkhotbah diajak untuk menyampaikan parabel dengan unsur kejutan, atau membacakan apokaliptik dengan daya imajinatif, bukan sekadar uraian analitis.

Meski demikian, buku ini cenderung berfokus pada konteks Barat. Aplikasi praktis bagi konteks Asia atau Afrika, misalnya, masih perlu diolah lebih lanjut. Selain itu, pembahasan lebih bersifat teoretis-retoris sehingga pengkhotbah pemula mungkin memerlukan panduan tambahan dalam menerapkannya di lapangan.

Kelebihan

Buku Preaching with Variety memiliki sejumlah kelebihan yang menonjol. Pertama, orisinalitas gagasan. Arthurs dkk. menekankan bahwa genre bukan sekadar kemasan, melainkan bagian integral dari pesan khotbah itu sendiri. Penekanan ini memberi perspektif baru bagi homiletika, yang selama ini cenderung hanya menyoroti isi teks tanpa memperhatikan bentuk literernya.

Kedua, buku ini cukup praktis, karena selain menyajikan uraian teoretis, penulis juga melengkapinya dengan contoh homiletis dan prinsip aplikatif. Hal ini memudahkan pembaca—khususnya para pengkhotbah—untuk langsung membayangkan bagaimana penerapan setiap genre dalam khotbah.

Ketiga, buku ini bersifat kritis-biblis, artinya tetap berakar kuat pada teks Alkitab. Penulis tidak sekadar memberikan teori komunikasi atau retorika modern, tetapi mengaitkannya langsung dengan cara Alkitab sendiri berbicara kepada umat.

Kekurangan

Meski demikian, buku ini juga memiliki keterbatasan. Pertama, dari sisi kontekstualisasi. Penulis berasal dari tradisi Barat, sehingga contoh dan pendekatan yang dipakai sering kali berakar pada budaya Barat. Hal ini membuat penerapannya di konteks non-Barat, misalnya Asia atau Afrika, memerlukan adaptasi lebih lanjut.

Kedua, buku ini kadang terasa terlalu teoretis. Meskipun penulis sudah memberikan prinsip praktis, namun pengkhotbah pemula tetap membutuhkan latihan dan bimbingan tambahan untuk benar-benar mampu menerapkan pendekatan genre dalam khotbah. Tanpa pengalaman homiletika yang cukup, pembaca bisa merasa bahwa konsep-konsep yang ditawarkan sulit dioperasionalkan.

Simpulan

Preaching with Variety merupakan kontribusi penting dalam bidang homiletika kontemporer. Buku ini menegaskan bahwa khotbah yang setia tidak cukup berfokus pada isi, melainkan juga harus menghidupkan bentuk literer Alkitab. Dengan demikian, firman yang disampaikan bukan hanya informatif, tetapi juga performatif: menggugah, menegur, dan meneguhkan.

Buku ini sangat direkomendasikan untuk mahasiswa teologi, dosen homiletika, maupun para pengkhotbah yang rindu memperkaya gaya penyampaian firman dengan kesetiaan pada teks Kitab Suci.

Related Posts