“Sebab itu bertobatlah! Jika tidak, Aku akan segera datang kepadamu dan memerangi mereka dengan pedang yang keluar dari mulut-Ku.”
(Wahyu 2:16)

“Mereka semua dibunuh dengan pedang yang keluar dari mulut Penunggang kuda itu, dan semua burung kenyang dengan daging mereka.”
(Wahyu 19:21)

Alkitab adalah Pedang Roh

Alkitab bukan satu-satunya senjata dalam perjuangan menuju kekudusan. Rasul Paulus mendorong jemaat di Efesus untuk mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah (Efesus 6:11, 13, 14). Kita tidak bisa pergi memberitakan Injil dalam keadaan tidak terlindungi dan berharap untuk menang.

Pentingnya menggunakan setiap bagian dari perlengkapan ini ditekankan oleh Paulus melalui penyebutan semua pribadi dalam Tritunggal: kita harus menjadi kuat dalam Tuhan, mengenakan seluruh perlengkapan Allah, menggunakan pedang Roh, dan berdoa di dalam Roh.

Karena Bapa telah meninggikan Anak di sebelah kanan-Nya dan memberikan kepada kita Roh Kudus, kita berada dalam posisi surgawi saat menghadapi musuh-musuh rohani kita. Setiap bagian perlengkapan itu berasal dari Allah, dan kita bertahan melawan serangan karena posisi kita di dalam Kristus dan Roh Kudus yang diam dalam kita. Simak bagaimana Paulus menguraikan ini:

“Akhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya. Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis; karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, melainkan melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.

Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri, sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu. Berdirilah teguh, berikat pinggangkan kebenaran dan berbajuzirahkan keadilan, kakimu berkasutkan kerelaan untuk memberitakan Injil damai sejahtera; dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat; dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah.

Dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk semua orang kudus.”
(Efesus 6:10–18)

Perbandingan Paulus antara firman Allah dan pedang mengambil inspirasi dari gambaran-gambaran dalam Perjanjian Lama, seperti dalam salah satu nyanyian hamba di kitab Yesaya:

“Dengarkanlah aku, hai pulau-pulau, perhatikanlah, hai bangsa-bangsa yang jauh: TUHAN telah memanggil aku sejak dari kandungan, telah menyebut namaku sejak dari perut ibuku. Ia telah membuat mulutku seperti pedang yang tajam, dan menyembunyikan aku dalam naungan tangan-Nya. Ia telah membuat aku menjadi anak panah yang diasah, dan menyembunyikan aku dalam tabung panah-Nya.”
(Yesaya 49:1–2)

Israel adalah hamba Tuhan, dan Tuhan Yesus mengambil peran ini dengan sempurna, datang untuk menyampaikan firman Bapa dengan kuasa. Tugas kita sebagai pengkhotbah adalah membiarkan suara-Nya terdengar ketika kita berbicara atas nama-Nya.

Tetapi, apa yang secara khusus ditambahkan oleh gambaran pedang terhadap apa yang sudah kita ketahui tentang firman Allah? Jawabannya ada dalam Ibrani 4:12, yang juga menyebut firman Tuhan sebagai pedang. Dalam konteks seruan panjang untuk mendengarkan suara Allah hari ini, penulis menulis:

“Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita. Dan tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab.”
(Ibrani 4:12–13)

Karena firman itu hidup dan aktif, maka firman itu bertindak. Karena tajam—lebih tajam dari pedang bermata dua—firman itu menembus ke relung terdalam dari pikiran dan kepribadian manusia. Karena Allah mengetahui segala sesuatu, maka firman-Nya dapat mengungkapkan apa pun.

Ketika kita berkhotbah dengan keyakinan ini, kita akan mengharapkan firman itu sendiri yang menguak hal-hal yang tak terbayangkan oleh kita, menyingkapkan apa yang tersembunyi dari kita tapi tidak dari Allah.

Sebagai pengkhotbah, kita membutuhkan pelayanan firman yang seperti pisau bedah ini dalam hidup kita sendiri sebelum kita menggunakannya untuk orang lain. Kita butuh Alkitab untuk menunjukkan apa yang harus dibuang dan diakui, lalu memperbaiki apa yang rusak. Inilah mengapa membaca Alkitab secara pribadi dan devotional sangat penting bagi kita. Sebelum kita sendiri ‘dibedah’ oleh firman, pandangan kita terhadap apa yang perlu dibedah atau diperbaiki dalam jemaat akan sangat terbatas. Apa yang disingkapkan teks dalam hati kita akan membantu kita berkhotbah dengan kebijaksanaan, kedalaman, dan kejujuran yang lebih besar. Artinya: jangan mulai menyiapkan khotbah terlalu mepet! Jangan khotbah “dadakan Sabtu malam”!

Ketika Alkitab menyelidiki dan menyingkapkan kesalahan kita, mungkin kita merasa tidak layak untuk berkhotbah. Tapi kenyataannya tidak demikian. Tuduhan dan pembatalan panggilan adalah pekerjaan si Iblis. Firman Tuhan justru merendahkan kita, membersihkan kita, meneguhkan kita, dan mengembalikan sukacita keselamatan, sehingga kita bisa naik ke mimbar dalam keadaan penuh dengan kasih karunia Allah—dan kasih karunia itu meluap kepada jemaat yang mendengarkan.

Doa:
Tuhan, biarlah pedang-Mu melukai pendengarku sekarang agar mereka bertobat, supaya tidak dibinasakan oleh firman penghakiman-Mu di hari terakhir. Dan tolong aku untuk memimpin dalam pertobatan dan iman. Amin.

Related Posts