“Aku akan mengangkat bagimu gembala-gembala yang sesuai dengan hati-Ku, yang akan menggembalakan kamu dengan pengetahuan dan pengertian.”
(Yeremia 3:15)
Alkitab Adalah Roti Kehidupan
Dalam Yohanes 6, Yesus menggambarkan diri-Nya dengan memakai metafora “roti.” Ia adalah roti hidup yang turun dari surga dan memberi hidup kepada dunia (Yoh 6:33). Apa yang akan disampaikan di sini tidak dimaksudkan untuk mengurangi kebenaran itu sedikit pun. Namun, firman Allah dalam Alkitab juga digambarkan dengan metafora yang sama, baik oleh para penulis Alkitab maupun oleh Yesus sendiri.
Ketika Iblis mencobai Yesus untuk mengubah batu menjadi roti, Tuhan Yesus menjawab dengan mengutip Ulangan 8:3:
“Ada tertulis: Manusia tidak hidup dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.”
(Matius 4:4)
Walaupun Yesus adalah Firman Allah yang sejati dan utama (Ibrani 1:1–4), firman Allah yang tertulis dalam Kitab Suci juga adalah sumber makanan rohani yang memberi hidup. Perhatikan gambaran makan dalam Mazmur 119:103:
“Betapa manisnya janji-janji-Mu itu bagi langit-langitku, lebih dari pada madu bagi mulutku!”
Mereka yang telah dilahirkan kembali oleh Roh akan memiliki selera rohani terhadap kemanisan dan kekuatan firman Allah. Mazmur 19 juga memakai gambaran yang sama dan menunjukkan apa arti firman itu bagi kita yang memakannya:
“Lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada tetesan madu dari sarang lebah. Juga hamba-Mu diperingatkan oleh semuanya itu; orang yang menjaganya memperoleh upah yang besar.”
(Mazmur 19:10–11)
Firman yang telah kita terima akan menjadi sangat manis dan penuh kuasa ketika kita meresponsnya dengan iman (Ibrani 4:2). Kita tidak akan menolak teguran firman, melainkan menyambutnya seperti nasihat dari sahabat baik yang cukup peduli untuk berbicara terus terang mengenai kekurangan kita. Kita tidak akan meremehkan janji-janji firman, melainkan melangkah dalam iman untuk mengalaminya.
Sebagai pengkhotbah, hak istimewa dan tanggung jawab kita adalah menjadi teladan dalam hal memiliki selera rohani terhadap Kitab Suci: membacanya dengan lapar, memperhatikan peringatannya, dan memercayai janji-janji-Nya. Kedua, kita bertugas membantu pendengar kita untuk juga “makan” firman itu. Kita harus menolong mereka melepaskan mentalitas prasmanan dalam membaca Alkitab—memilih bagian yang mereka sukai dan mengabaikan yang lain. Tapi memilih-milih bagian Alkitab adalah ketidaktaatan. Kita harus hidup oleh setiap firman yang keluar dari mulut Allah.
Baik kita maupun jemaat tidak bebas mengabaikan bagian mana pun dari Kitab Suci—bahkan bagian yang penerapannya secara langsung telah digenapi dalam kedatangan Kristus.
Kita, para pengkhotbah, adalah pelayan roti hidup—bayangkan seperti pelayan restoran. Tugas kita adalah menyajikan makanan yang segar dan menarik di hadapan jemaat. Kita tidak menambahkan atau mengurangi hidangan itu. Penyajian—bagaimana makanan itu terlihat—sangat penting, begitu juga kesegarannya. Jika khotbah Anda terasa basi dan ketinggalan zaman, jangan heran jika jemaat Anda tidak antusias terhadap “hidangan” yang Anda sajikan.
Kesegaran dan relevansi adalah alasan mengapa sebaiknya Anda tidak terus-menerus mendaur ulang ilustrasi yang lelah dari buku atau internet. Praktik seperti ini sudah berlangsung sejak lama, dan memang beberapa cerita mungkin tetap mengena. Namun, lebih baik memakai ilustrasi orang lain hanya sebagai pemicu untuk mendorong Anda menemukan gambar dan contoh dari hidup Anda sendiri. Ambillah contoh dari kehidupan jemaat Anda, bukan dari tempat dan zaman yang terasa asing seperti dunia Alkitab itu sendiri.
Jika sebuah cerita bisa diverifikasi dan benar-benar membantu menjelaskan teks Anda, silakan gunakan—tapi pastikan Anda menyebutkan sumbernya. Jika tidak bisa diverifikasi, akui bahwa kisah itu mungkin tidak benar secara historis.
Dapur Allah penuh dengan makanan yang lezat dan bergizi dalam berbagai ragam. Tugas Anda bukan menyajikan menu yang sama terus-menerus, melainkan menyajikan ragam yang kaya dari seluruh kanon Kitab Suci. Bahkan makanan favorit pun bisa terasa membosankan kalau dimakan setiap hari! Karena itu, pastikan rencana pengkhotbahan Anda mencakup penggalian teks-teks dari Injil, surat-surat, puisi, apokaliptik, sejarah, dan narasi. Ambil dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Gali teks panjang maupun pendek. Sesuaikan nada khotbah Anda dengan nada teks—kadang penghiburan dan dorongan, kadang teguran dan tantangan.
Dan ketika mereka yang Anda layani menyatakan kepuasan atas makanan yang Anda sajikan, jangan lupa untuk menyampaikan pujian itu kepada Sang Koki! Karena pada akhirnya, khotbah adalah membiarkan suara Allah terdengar di tengah jemaat-Nya. Ketika firman-Nya memberi makan dan menyegarkan, Dialah yang layak menerima pujian.
Doa:
Tuhan, tolong beri aku selera terhadap bagian-bagian firman-Mu yang selama ini sulit kuterima, bahkan terasa tidak enak. Didiklah selera rohaniku untuk juga menyukai bagian-bagian yang membutuhkan pembiasaan, bukan hanya yang sudah akrab dan mudah kuterima, agar aku bisa memberi makan umat-Mu dengan menu yang seimbang. Amin.