“Sebab aku adalah yang paling hina dari semua rasul dan tidak layak disebut rasul, karena aku telah menganiaya jemaat Allah. Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia-Nya yang dianugerahkan kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras daripada mereka semua—tetapi bukan aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku. Karena itu, baik aku maupun mereka, demikianlah kami memberitakan Injil, dan demikian jugalah kamu telah percaya.”
(1 Korintus 15:9–11)

Kita Melayani oleh Kasih Karunia

Melihat diri kita sebagai hamba Allah memberikan dasar yang jelas untuk membangun relasi kita dengan orang lain. Kita melihat hal ini dalam cara Paulus berhubungan dengan dua kelompok orang percaya. Satu kelompok memiliki kebebasan dalam suatu hal yang menjadi perdebatan, dan yang tidak secara jelas diatur oleh Kitab Suci. Kelompok lainnya merasa tidak tenang dalam hati nurani mereka jika melakukan hal tersebut. Paulus mengingatkan bahwa mereka semua adalah hamba Allah:

“Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya. Ada orang yang percaya bahwa ia boleh makan segala sesuatu, tetapi orang yang lemah imannya hanya makan sayur-sayuran saja. Orang yang makan segala sesuatu jangan menghina orang yang tidak makan, dan orang yang tidak makan jangan menghakimi orang yang makan, sebab Allah telah menerima dia. Siapakah kamu, sehingga kamu menghakimi hamba orang lain? Entah ia berdiri atau jatuh, itu urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan berkuasa membuat dia tetap berdiri.”
(Roma 14:1–4)

Tiga penegasan tentang bagaimana kita berelasi dengan Tuhan kita ini sangat meneguhkan. Pertama, dalam hal-hal seperti ini, kita tidak berhak menghakimi hamba orang lain. Kedua, masing-masing kita berdiri di hadapan Tuan kita sendiri; kedudukan kita bukan urusan hamba yang lain. Ketiga, Tuan kita sanggup membuat kita tetap berdiri, dan Ia akan melakukannya! Kasih karunia-Nya cukup; Ia telah menerima kita, dan Ia dapat membuat mereka yang telah Ia terima berdiri di hadapan-Nya.

Pada akhirnya, kita tidak menaruh kepercayaan pada kemampuan kita bekerja atau pada kualitas hubungan kita dengan Allah, melainkan pada kesetiaan Kristus untuk memelihara kita dan menghadirkan kita tak bercacat pada waktu kedatangan-Nya.

Doa berkat Paulus bagi jemaat Tersalonika yang dikasihinya menjadi doaku juga hari ini:

“Semoga Allah sendiri, yaitu Allah damai sejahtera, menguduskan kamu seluruhnya. Dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dan tak bercacat pada kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus. Ia yang memanggil kamu adalah setia; Ia juga akan melakukannya.”
(1 Tesalonika 5:23–24)

Related Posts