HARI 46: Kita Melayani dengan Seluruh Hidup Kita

“Demikianlah hendaknya kamu memandang dirimu: telah mati bagi dosa, tetapi hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus. Sebab itu, hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya. Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang yang, dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada-Nya untuk menjadi senjata-senjata kebenaran. Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.”
(Roma 6:11–14)Melayani Allah bukanlah wilayah eksklusif para pendeta penuh waktu. Itu adalah respons alami dari setiap orang yang memahami siapa Allah dan apa yang telah Dia lakukan. Sebuah bagian yang luar biasa dari kitab Roma menegaskan hal ini, meskipun kadang pembagian pasal membuat kita kehilangan keterkaitannya:

*“O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah!
Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya
dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!

Sebab, siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan?
Atau siapakah yang pernah menjadi penasihat-Nya?

Atau siapakah yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya,
sehingga Allah harus menggantikannya?

Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia:
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin.”*
(Roma 11:33–36)

“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu: persembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah – itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”
(Roma 12:1–2)

Ketika kita melihat kemuliaan Injil (Roma 1–11), respons yang wajar dan langsung adalah pujian secara verbal seperti doxologi di Roma 11:33–36. Namun, respons kita tidak boleh berhenti di situ. Setelah kita memuliakan Allah dengan bibir kita, kini kita diajak untuk memuliakan-Nya dengan seluruh tubuh kita — termasuk pikiran kita. Inilah yang disebut sebagai ibadah yang sejati dan patut.

Kristus telah dikorbankan bagi kita. Korban yang kini kita bawa bukanlah korban penebusan dosa, tetapi sebagai persembahan hidup dari diri kita secara utuh — tubuh dan pikiran. Inilah satu-satunya respons yang masuk akal atas pengorbanan Kristus yang telah membeli kita. Kita bukan milik kita lagi; kita milik-Nya. Karena telah dibeli dengan harga yang mahal, kita memuliakan Allah dengan tubuh kita sebagai hamba-hamba-Nya.

Doa:

Tuhan, aku dipenuhi kekaguman saat merenungkan kenyataan bahwa aku bisa menjadi persembahan yang berkenan bagi-Mu! Terima kasih karena Engkau telah menyatakan aku tidak bersalah dan menguduskanku. Aku mempersembahkan diriku kepada-Mu — pikiranku, emosiku, sikap hatiku, mataku, tanganku, kakiku, dan seluruh diriku dari ujung kepala hingga kaki. Ambillah dan pakailah aku untuk maksud dan kemuliaan-Mu. Amin.

Related Posts