Sebab kami tahu, saudara-saudara yang dikasihi Allah, bahwa Ia telah memilih kamu. Sebab Injil yang kami beritakan tidak disampaikan kepada kamu dengan kata-kata saja, tetapi juga dengan kuasa dan dengan Roh Kudus dan dengan suatu kepastian yang kokoh. Memang kamu tahu bagaimana kami bekerja di antara kamu oleh karena kamu.
(1 Tesalonika 1:4–5)

Lebih banyak lagi kuasa Roh Kudus dinyatakan setelah peristiwa Pentakosta. Misalnya, ketika Petrus dan Yohanes serta para rasul lainnya “memberitakan dalam Yesus kebangkitan orang mati” (Kis 4:2), para pemimpin agama ingin tahu dengan kuasa apa mereka mengajar. Kisah Para Rasul 4:8 mencatat siapa yang memberi kemampuan kepada Petrus untuk menjawab:

Maka jawab Petrus, yang penuh dengan Roh Kudus: “Hai pemimpin-pemimpin umat dan tua-tua bangsa Israel!”

Ketika Petrus dan Yohanes diancam lalu dibebaskan, mereka kembali kepada jemaat, melaporkan apa yang telah terjadi, dan bersatu dalam doa, memohon kuasa untuk memberitakan firman Allah dengan keberanian. Jawaban luar biasa pun mereka terima:

Dan ketika mereka selesai berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani.
(Kisah Para Rasul 4:31)

Stefanus, yang penuh dengan kasih karunia dan kuasa Allah, mampu menghadapi lawan-lawannya, sebab “mereka tidak sanggup melawan hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara” (Kis 6:10). Roh Kudus tidak meninggalkan Stefanus, bahkan memberinya kemampuan untuk memberitakan firman dengan keberanian, sekalipun ia menghadapi permusuhan yang memuncak dengan kejam:

Ketika anggota Sanhedrin mendengar semuanya itu, hati mereka sangat tertusuk dan mereka menyambutnya dengan gertakan gigi. Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit dan melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Lalu katanya: “Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.”

Mereka berteriak-teriak sambil menutup telinga dan serentak menyerbunya. Mereka menyeretnya ke luar kota dan melemparinya dengan batu. Para saksi meletakkan jubah mereka di kaki seorang muda yang bernama Saulus.

Sementara mereka melemparinya, Stefanus berdoa: “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.” Lalu ia berlutut dan berseru dengan suara nyaring: “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka.” Dan dengan perkataan itu ia meninggal dunia.
(Kisah Para Rasul 7:54–60)

Bagian-bagian ini menunjukkan bahwa memberitakan firman dengan kuasa bukanlah soal berbicara keras, impresif, atau menarik perhatian pada diri sendiri. Sebaliknya, itu berarti berkhotbah dengan keberanian. Ketika kita berkhotbah dengan kuasa, kita memikul salib untuk menderita, bahkan kadang sampai mati, karena kuasa Allah dinyatakan dalam kelemahan kita. Kuasa kebangkitan bersinar ketika benih jatuh ke tanah dan mati (Yoh 12:24–25). Jika tanda-tanda memang dibutuhkan, Allah sanggup menyediakannya. Tugas kita hanyalah dengan setia memberitakan firman Allah.

Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam imanmu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan.
(Roma 15:13)

Related Posts