“SAYA SUDAH LAMA MENGHARAPKAN BERKOTBAH, DAN DENGAN PENUH SUKACITA MENGALAMINYA, SEBAGAI SEBUAH SUKACITA YANG MEMBEBANI,” kata James Earl Massey, seorang pengkhotbah Afrika-Amerika yang legendaris.
Mewakili Tuhan sebagai utusan-Nya memiliki beban dan tanggung jawab yang besar. Anda mungkin merasakan beban berkhotbah setiap kali berdiri untuk berkhotbah dalam bentuk keringat, sakit perut, gugup, kupu-kupu, sakit kepala, jantung yang berdebar, dan manifestasi fisik lainnya. Di sisi lain, mungkin Anda merasa seperti Eric Liddell dalam film Chariots of Fire dan hanya merasakan perkenanan Tuhan ketika berkhotbah.
Apapun respons khusus kita, pertanyaan bagi kita adalah ini: Mengapa kita berkhotbah? Mengapa kita menghabiskan ratusan jam untuk mempersiapkan khotbah setiap tahun? Bab ini mengingatkan kita akan warisan penting yang dimiliki khotbah dalam kehidupan gereja. Saya mulai dengan mengakui beberapa alasan mengapa berkhotbah dapat terasa seperti sebuah panggilan yang memberatkan. Selanjutnya, saya menawarkan alasan-alasan mengapa khotbah yang dimotivasi dengan benar akan menghasilkan sukacita dan perayaan. Terakhir, saya mempertimbangkan contoh-contoh dari Alkitab dan sejarah gereja, yang menunjukkan warisan khotbah yang luar biasa dan mengapa khotbah Firman akan bertahan dalam kehidupan para penyembah Allah.
Apa yang kita tinggalkan kepada para pendengar kita setiap minggunya dalam khotbah kita? Mungkinkah para pendengar kita merindukan sesuatu dari khotbah kita ketika kita sudah tidak berada di atas mimbar? Apakah warisan besar yang kita miliki dalam panggilan dan tugas berkhotbah?
Khotbah telah berada di atas jurang yang semakin curam sejak tahun 1950-an. W.E. Sangster, seorang pendeta Methodis Inggris yang hebat, menulis pada tahun 1954, “Khotbah berada dalam bayang-bayang. Dunia tidak mempercayainya.” Maju cepat ke abad kedua puluh satu, di mana khotbah sering kali mengambil tempat di belakang wawancara, sesi tanya jawab, kesaksian, sandiwara, film, media sosial, dan banyak lagi. Dua pertanyaan mendasar yang harus kita tanyakan adalah (1) Apakah kita benar-benar mempercayainya? (2) Apakah kita berpegang pada pandangan yang tinggi tentang khotbah atau tidak?
Berbeda dengan rasa malas, apatis, atau bahkan jijik terhadap khotbah yang terjadi di beberapa jemaat, pengkhotbah terkemuka John Stott pernah dengan berani mengatakan, “Khotbah adalah hal yang sangat penting dalam kekristenan. Tanpa khotbah, bagian penting dari keasliannya akan hilang . . . Kita harus mengatakan apa yang telah dikatakan-Nya. Oleh karena itu, kewajiban yang paling penting adalah berkhotbah.” Ia melanjutkan, “Bahwa khotbah adalah sentral dan khas bagi Kekristenan telah diakui di sepanjang sejarah Gereja yang panjang dan penuh warna, bahkan sejak awal.” Kami memegang erat warisan besar pewartaan kabar baik Yesus Kristus.