“Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.”
(1 Petrus 5:6)
Kita Merendahkan Diri di Hadapan Firman Allah
Kerendahan hati adalah sikap yang tepat di hadapan Allah; oleh karena itu, kita merendahkan diri di hadapan firman Allah. Yesaya 66:1–2 menggambarkan hubungan ini dengan sangat baik:
Beginilah firman TUHAN:
“Langit adalah takhta-Ku,
dan bumi adalah tumpuan kaki-Ku.
Rumah apakah yang akan kamu dirikan bagi-Ku?
Dan tempat apakah yang akan menjadi perhentian-Ku?
Bukankah tangan-Ku yang membuat semuanya ini,
sehingga semuanya itu terjadi?” demikianlah firman TUHAN.
“Orang inilah yang akan Kupandang:
orang yang tertindas dan remuk hatinya,
dan yang gentar terhadap firman-Ku.”
“Gentar” terhadap firman Tuhan jauh lebih dalam daripada sekadar mengasihi, menghormati, dan menundukkan diri pada firman itu. Itu berarti kita menghargai dengan sungguh-sungguh pribadi yang berdiri di balik firman itu, pribadi yang senang memberkati tetapi juga menuntut ketaatan, pribadi yang tidak boleh dipermainkan. Kerendahan hati adalah sikap refleks alami dari orang-orang yang mendengar firman Allah sebagaimana mestinya. Kita tidak merendahkan diri setelah mempertimbangkannya secara matang; kita merendahkan diri secara naluriah karena otoritas bawaan firman itu sebagai firman Allah.
Ketika Ezra mendengar bahwa para pemimpin dan pejabat telah memimpin dalam dosa kawin campur yang tidak setia (Ezra 9), ia sangat terkejut dan menunjukkan kerendahan hati serta rasa malu yang mendalam dengan mengoyakkan pakaiannya (jubah dan mantel), dan mencabut rambut dari kepala dan janggutnya. Lalu ayat 4 berkata, “Semua orang yang gentar terhadap firman Allah Israel berkumpul kepadaku karena ketidaksetiaan orang-orang buangan itu. Aku duduk terpaku sampai waktu persembahan petang.” Kita dapat dengan aman berasumsi bahwa orang-orang itu gentar terhadap firman Tuhan karena Ezra sendiri gentar terhadap firman itu. Apa yang terjadi selanjutnya adalah kepemimpinan dari atas lutut. Pengakuan tulus Ezra membangkitkan pengakuan lainnya, dan akhirnya dosa ditangani.
Pendengar khotbah kita selalu bisa merasakan apakah sikap kita terhadap mereka rendah hati. Namun yang jauh lebih mendasar daripada kerendahan hati kita terhadap mereka adalah kerendahan hati kita terhadap Allah. Dan jika kerendahan hati itu tulus, maka akan tampak dalam kerendahan hati terhadap firman-Nya. Saya mendorong Anda untuk berdoa secara teratur agar kedekatan kita yang sering dengan Kitab Suci tidak membuat kita menjadi tumpul terhadap otoritasnya yang luar biasa. Jika kita tidak gentar terhadap firman Allah, para pendengar kita akan menangkap hal itu, dan mereka akan menganggap firman Allah kurang serius dari yang seharusnya.
Tuhan, saat aku menangani firman-Mu setiap hari, lindungilah aku dari memperlakukannya secara sembarangan atau mengabaikan otoritasnya atas diriku. Terima kasih atas teladan para pengkhotbah yang mempelajari firman-Mu sambil berlutut, hanya untuk mengingatkan diri mereka akan sikap yang benar terhadap Engkau dan firman-Mu. Tolong ingatkan aku juga. Amin.