“Tetapi firman Tuhan kepadanya: ‘Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagi-Ku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel. Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku.’”
(Kisah Para Rasul 9:15–16)

Kadang kita melihat pengkhotbah yang berbakat tidak bertumbuh atau tidak menghasilkan banyak buah di satu tempat, namun pelayanannya sangat diberkati Tuhan di tempat lain. Saya sering merenungkan bagaimana jemaat Salem Free Church di Fargo, North Dakota, memberikan saya ruang untuk menggunakan karunia yang saya miliki tanpa menuntut saya menunjukkan kemampuan atau sifat yang tidak saya miliki. Di tempat lain dengan harapan yang berbeda, pelayanan saya mungkin tidak akan “diterima dengan baik” (Roma 15:31).

Banyak faktor yang dapat menjelaskan kesuksesan yang tampak, dan tidak bijak atau berguna untuk mencarinya secara berlebihan, apalagi menganggap bahwa apa yang kita lihat saat ini adalah seluruh karya Allah. Namun ada satu karunia dari Allah kepada para pengkhotbah yang sering kita abaikan, yaitu karunia penempatan—bahwa Allah sendiri yang menempatkan kita di tempat yang telah Ia rancang khusus bagi kita.

“Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan. Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: ‘Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuhan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.’”


(Matius 9:35–38)

Belas kasihan Yesus atas kerumunan orang yang tak berdaya mendorong-Nya untuk memberikan solusi yang tidak langsung terhadap penderitaan mereka, yakni dengan mendorong para murid untuk berdoa. Pertama, Yesus menunjukkan ketimpangan yang jelas antara banyaknya pekerjaan dan sedikitnya tenaga kerja yang tersedia, melalui gambaran pertanian yang akrab. Tuaian besar, tetapi pekerja sedikit—dan waktu panen terbatas.

Perhatikan bahwa Yesus tidak berkata bahwa pekerja terlalu sedikit, seolah-olah Allah sedang gelisah di surga karena kekurangan sumber daya manusia. Tidak. Dihadapkan pada besarnya peluang—kerumunan yang ada—dan sedikitnya pekerja, Yesus mengundang murid-murid-Nya untuk berdoa. Doa ini tidak ditujukan pada manusia, tetapi kepada Tuhan pemilik tuaian, yaitu Allah yang memiliki ladang dan pekerja. Ini penting, karena Allah berdaulat atas kepemilikan-Nya. Ia sanggup mengumpulkan tuaian baik dengan banyak pekerja maupun sedikit, bahkan seperti pasukan Gideon, Ia dapat sengaja menggunakan yang sedikit. Permintaan yang Yesus ajarkan bukanlah sekadar meminta lebih banyak pekerja, tetapi agar Tuhan sendiri yang mengutus para pekerja ke ladang tuaian-Nya.

Pasukan besar bukanlah jawabannya terhadap kebutuhan manusia yang luas, sebab jika demikian hasilnya akan tampak sebagai hasil dari strategi manusia yang cemerlang. Rencana Allah adalah agar semua orang yang menyebut nama-Nya bekerja di ladang yang Ia pilihkan bagi mereka. Allah bisa dan memang menambah jumlah pekerja setiap hari, seperti yang terjadi sejak hari Pentakosta (Kis 2:47), tetapi penempatan para pekerja itulah yang membuat perbedaan. Ia memberikan karunia rohani kepada setiap pekerja, membentuk kepribadian mereka, dan mengatur setiap pengalaman hidup mereka.

Ketika kita berdoa kepada-Nya, Ia mendorong kita masuk ke ladang-Nya. Pendorongan-Nya—lembut atau kuat—ke tempat pelayanan kita seharusnya dipandang sebagai jawaban atas doa, meskipun tempat itu secara geografis atau sosiologis bukan yang kita sukai. Kadang, Allah tampaknya senang menempatkan seseorang di tempat yang sangat cocok bagi mereka—dalam hal latar belakang, ras, budaya, dan pendidikan. Di lain waktu, Ia menempatkan seseorang di lingkungan yang sangat asing baginya. Dalam kedua kasus, Allah dipermuliakan. Kita tidak bijak untuk merancang strategi untuk Allah dalam hal ini; tugas kita adalah berdoa, dan doa juga termasuk mendengarkan.

Doa:

Terima kasih Tuhan, karena sebagaimana Engkau telah diutus, demikian pula Engkau mengutus kami. Terima kasih juga karena tempat di mana Engkau mengutus masing-masing dari kami adalah tempat yang sempurna, meskipun terkadang sulit. Jadikanlah aku seperti biji gandum yang rela jatuh ke tanah dan mati, agar tidak tinggal sendiri tetapi menghasilkan banyak buah. Amin.

Related Posts